Pendidikan Jasmani disebut-sebut sebagai
integral dari Pendidikan Nasional di Indonesia. Pernyataan ini juga dikuatkan
dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 dalam Pasal 37 ayat 1 yang berbunyi: “ Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a) pendidikan agama; b) pendidikan
kewarganegaraan; c) bahasa; d) matematika; e) ilmu pengetahuan alam; f) ilmu
pengetahuan sosial; g) seni dan budaya; h) pendidikan jasmani dan olahraga; i) keterampilan/kejuruan;
dan j) muatan lokal “. Pendidikan jasmani di negeri ini sungguh unik, tidak
seperti halnya di negara-negara lain yang menggunakan nama Physical Education (PE) saja, di Indonesia menjadi Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK).
Namun tentunya tak menjadi permasalahan yang pelik bila kita menilik tujuan mulianya yaitu mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat. Dengan tujuannya yang begitu mulia serta peranannya yang amat penting sudah sepantasnya Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan ini sama terhormatnya dengan mata pelajaran lainnya. Namun sepertinya fakta di lapangan tidak demikian, apakah yang sebenarnya terjadi dengan Penjas?
Namun tentunya tak menjadi permasalahan yang pelik bila kita menilik tujuan mulianya yaitu mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat. Dengan tujuannya yang begitu mulia serta peranannya yang amat penting sudah sepantasnya Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan ini sama terhormatnya dengan mata pelajaran lainnya. Namun sepertinya fakta di lapangan tidak demikian, apakah yang sebenarnya terjadi dengan Penjas?
Ironis sekali bila kita benar-benar
mengetahui realitas yang terjadi di sekolah-sekolah sebagai lembaga pendidikan
yang bertanggungawab terhadap majunya pendidikan anak-anak bangsa ini. Kedudukan
penjas dengan tujuan mulianya itu nampak jatuh dan boleh jadi memang
benar-benar telah jatuh dengan stigma-stigma negatif terhadap Penjas itu
sendiri. Penjas dianggap sebagai mata pelajaran pelengkap saja, sebagai pelajaran
yang membuat siswanya lelah, ngantuk dan bau keringat saja. Tidak dipandang
sebagai satu-satunya mata pelajaran yang benar-benar nyata mengembangkan aspek
kognitif, akektif, psikomotor dan sosial siswa. Ketidaktahuan banyak pihak
terhadap Penjas yang sesungguhnya merupakan faktor penyumbang keterpurukan
Penjas di sekolah. Kondisi ini diperparah dengan guru Penjasnya sendiri yang
kebanyakan tidak dapat menunjukkan keprofesionalan mereka sebagai guru Penjas
yang ideal. Padahal sesungguhnya kepribadian dan sikap yang mereka tunjukkan
menjadi asumsi sekaligus penilaian masyarakat sekolah terhadap Penjas. Maka
tidaklah heran banyak pihak yang meremehkan dan menyepelekan profesi sebagai
guru Penjas. Yang sebenarnya jika ditelusuri, menjadi guru Penjas itu lebih
sulit ketimbang menjadi guru mata pelajaran lainnya. Oleh karena itu sebagai
akibatnya, pemegang kebijakan di sekolah pun rsa-rsanya terkesan enggan dan
berat sekali memenuhi ketersedian fasilitas dan peralatan pendukung pelaksanaan
pembelajaran penjas di sekolah. Lalu apakah yang harus kita lakukan untuk
menghentikan keterpurukan Penjas berikut guru Penjas di sekolah?
Banyak jalan
menuju Roma. Pepatah ini memang benar
adanya, banyak jalan yang dapat ditempuh untuk menuntaskan krisis menahun dan
akut yang tengah dialami Penjas. Namun tentunya ini bukanlah hal yang mudah
karena langkah awalnya saja, yaitu menyamakan persepsi saja sudah sulit bukan
main. Ketidakseragaman paham terkait Pendidikan Jasmani diantara para ahli
seperti dosen dan guru menjadi batu penghalang langkah besar dalam menyembuhkan
penyakit ini. Betapa tidak, bagaimana bisa Penjas dikembalikan ke posisi dan
kedudukannya yang semula jika masih saja ada perdebatan mengenai Penjas itu
sendiri.
Kesadaran yang tumbuh dari dalam diri
sendiri, mungkin itu satu-satunya hal yang dapat diharapkan saat ini. Kesadaran
yang timbul untuk ingin memperbaiki Penjas demi keberlangsungan pendidikan
bangsa ini menjadi tonggak awal untuk mendobrak kemandegan Penjas selama ini.
Bayangkan saja jika Penjas berjalan dengan semestinya di Indonesia, tak ada
ceritanya adik-adik kita terlibat tawuran, terjerumus narkoba, dan bukan tidak
mungkin dengan Penjas yang semestinya tidak akan ada koruptor di negeri ini.
Maka dari itulah teman-teman, kita sebagai calon pendidik penerus guru-guru
Penjas terdahulu, mari rapatkan barisan untuk merintis jalan menuju Penjas yang
lebih baik. Selamat berjuang, semangat!
Oleh Dry
Anggi Lestari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar